2012-06-29


Standar Asuhan Kebidanan

Standar asuhan kebidanan menurut KEPMENKES Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007, adalah sebagai berikut:
Standar I: Pengkajian
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Kriteria pengkajian:
a.       Data tepat, akurat, dan lengkap.
b.      Terdiri dari data subjektif
c.       Data objektif

Standar II: Perumusan diagnosis atau masalah kebidanan
   Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian, menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat.
            Kriteria perumusan diagnosis:
a.       Diagnosis sesuai dengan nomenklatur kebidanan.
b.      Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien
c.       Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.

Standar III: Perencanaan
Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosis dan masalah yang ditegakkan.
Kriteria perencanaan:
a.       Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien, tindakan segera, tindakan antisipatif dan asuhan secara konprehensif.
b.      Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga.
c.       Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien/keluarga.
d.      Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat untuk klien.
e.       Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumber daya serta fasilitas yang ada.

Standar IV: Implementasi
Bidan melaksanakan rencana asuhan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
Kriteria implementasi:
a.       Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-spiritual-kultural.
b.      Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau keluarganya.
c.       Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based.
d.      Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan.
e.       Menjaga privacy klien/pasien.
f.       Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi.
g.      Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan.
h.      Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada sesuai.
i.        Malakukan tindakan sesuai standar.
j.        Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.

Standar V: Evaluasi
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perubahan perkembangan kondisi klien.
Kriteria evaluasi:
a.       Penilaian dilakukan segera setelah selesai melakukan asuhan sesuai kondisi klien.
b.      Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan atau keluarga.
c.       Evaluasi dilakukan sesuai standar.
d.      Hasil evaluasi ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien.
(Muslihatun, 2009).

KEBIDANAN KOMUNITAS

a.       Pengertian
Kebidanan Komunitas adalah upaya memberikan asuhan kebidanan pada masyarakat baik individu, keluarga, kelompuk dan masyarakat yang terfokus pada pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), kesehatan reproduksi termasuk usia wanita udiyuswa secara paripurna. 

b.      Sasaran Kebidanan Komunitas
Sasaran pelayanan kebidanan komunitas meliputi bayi baru lahir, pra sekolah & balita, remaja, dewasa, masa reproduksi (hamil, bersalin, nifas), interval, klimakterium yang berada dalam keluarga dan masyarakat. Sasaran pelayanan kebidanan komunitas adalah individu, keluarga dan masyarakat baik yang sehat, sakit maupun yang mempunyai masalah kesehatan secara umum.
c.       Peran dan fungsi Bidan dalam asuhan kebidanan komunitas
1)   Sesuai dengan peran mandiri
a.    Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang dimulaindari pengkajian status kesehatan baik individu maupun masyarakat.
b.   Menentukan diagnosis.
c.    Menyusun rencana tindakan.
d.   Melaksanakan tindakan sesuai rencana.
e.    Mengevaluasi tindakan.
f.    Recana tindak lanjut.
g.   Membuat catatan dalam laporan kegiatan/tindakan.
2)   Memberi layanan dasar pada remaja
a.    Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan remaja dan wanita pranikah baik individu maupun di masyarakat.
b.   Menentukan diagnosis.
c.    Menyusun rencana tindakan.
d.   Melaksanakan tindakan sesuai rencana.
e.    Mengevaluasi tindakan.
f.    Recana tindak lanjut.
g.   Membuat catatan dalam laporan kegiatan/tindakan.
3)   Memberikan asuhan kebidanan pada klien selama kehamilan normal di masyarakat.
a.    Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan ibu hamil baik individu maupun di masyarakat.
b.   Menentukan diagnosis.
c.    Menyusun rencana tindakan.
d.   Melaksanakan tindakan sesuai rencana.
e.    Mengevaluasi tindakan.
f.    Recana tindak lanjut.
g.   Membuat catatan dalam laporan kegiatan/tindakan.
4)   Memberikan asuhan kebidanan pada masa persalinan dengan melibatkan keluarga.
a.    Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan ibu bersalin baik individu maupun di masyarakat.
b.   Menentukan diagnosis.
c.    Menyusun rencana tindakan.
d.   Melaksanakan tindakan sesuai rencana.
e.    Mengevaluasi tindakan.
f.    Recana tindak lanjut.
g.   Membuat catatan dalam laporan kegiatan/tindakan.
Dimasyarakat bidan harus menetukan jadwal kunjungan rumah pada keluarga. Adapun dalam pelaporan bidan wajib melaporkan tindakan dalam persalinan baik di desa, kecamatan, puskesmas maupun dinas kesehatan kabupaten/kota.
5)                            Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
a.    Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan bayi baru lahir baik individu di keluarga maupun di masyarakat.
b.   Menentukan diagnosis.
c.    Menyusun rencana tindakan.
d.   Melaksanakan tindakan sesuai rencana.
e.    Mengevaluasi tindakan.
f.    Recana tindak lanjut.
g.   Membuat catatan dalam laporan kegiatan/tindakan.
Langkah yang harus diingat adalah jadwal kunjungan pada BBL, laporan tentang kelahiran dan kelengkapan surat kelahiran.
6)   Memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan melibatkan keluarga.
a.    Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan ibu nifas baik individu di keluarga maupun di masyarakat.
b.   Menentukan diagnosis.
c.    Menyusun rencana tindakan.
d.   Melaksanakan tindakan sesuai rencana.
e.    Mengevaluasi tindakan.
f.    Recana tindak lanjut.
g.   Membuat catatan dalam laporan kegiatan/tindakan.
Informasi yang dapat diberikan pada klien dan masyarakat adalah:
a.    Masalah gizi yang berkaitan dengan pemulihan kesehatan pada ibu nifas.
b.   Informasi yang berkaitan dengan pemberian makanan baik ASI maupun pendamping ASI (PASI)
c.    Informasi tentang latihan bagi ibu nifas, salah satunya adalah senam nifas.
d.   Informasi tentang keluarga berencana.
7)   Memberikan asuhan pada pasangan usia subur yang membutuhkan pelayanan KB.
a.    Mengkaji kebutuhan pelayanan KB di masyarakat wilayah kerja

2012-06-28

JUDUL KTI KEBIDANAN

  1. HUBUNGAN MOBILISASI DINI POST SECTIO CAESARIA (SC) DENGAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA OPERASI DI RUANG KEBIDANAN ... TAHUN 2007 download
  2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSEPTOR GANTI CARA DARI SUNTIK KE PIL DI BPS ... TAHUN 2007 download
  3. FAKTOR PENYEBAB PERDARAHAN POST PARTUM DI RUANG ... TAHUN 2006 download
  4. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA AKSEPTOR KB SUNTIK DI BPS ... TAHUN 2007 download
  5. GAMBARAN PENANGANAN TERHADAP REMAJA PUTRI KORBAN PERKOSAAN DI UNIT PELAYANAN TERPADU-PEREMPUAN KORBAN TINDAK KEKERASAN (UPT-PKTK) ... TAHUN 2007 download
  6. PENATALAKSANAAN KALA III DAN KALA IV OLEH BIDAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ... TAHUN 2007 download
  7. PENATALAKSANAAN RETENSIO PLASENTA DI RUANG ... TAHUN 2007 download
  8. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU HAMIL MENOLAK DALAM BERHUBUNGAN SEKS DI ... TAHUN 2007 download
  9. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA IBU NIFAS DI PUSKESMAS ... TAHUN 2007 download
  10. HUBUNGAN PENGETAHUAN AKSEPTOR IUD DENGAN KECEMASAN AKSEPTOR IUD DI BPS WILAYAH KERJA PUSKESMAS ... TAHUN 2007 download
  11. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA DIARE PADA BALITA DI RUMAH SAKIT ... TAHUN 2007 download
  12. GAMBARAN PENGETAHUAN CALON AKSEPTOR KB MENGENAI KBA METODE OVULASI BILLING DI RUMAH SAKIT PANTI ... TAHUN 2007 download
  13. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN BENDUNGAN ASI PADA IBU POST PARTUM 6 HARI DI DESA ... WILAYAH KERJA PUSKESMAS ... TAHUN 2007 download
  14. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BELUM TERCAPAINYA CAKUPAN K4 DI DESA ... WILAYAH KERJA PUSKESMAS ... TAHUN 2006 download
  15. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DESA ... KECAMATAN ... TAHUN 2007 download
  16. GAMBARAN PENGETAHUAN ORANGTUA TENTANG IMUNISASI DPT DI PUSKESMAS ... TAHUN 2007 download
  17. HUBUNGAN PELAKSANAAN ASUHAN SAYANG IBU TERHADAP PROSES PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ... TAHUN 2007 download
  18. FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA KELUHAN PREMENOPAUSE PADA IBU YANG BERKUNJUNG KE RB ... TAHUN 2006 download
  19. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG (MKJP) WILAYAH KERJA PUSKESMAS ... TAHUN 2007 download
  20. KARAKTERISTIK IBU DENGAN PERSALINAN SECTIO CAESARIA DI RUMAH SAKIT ... TAHUN 2007 download
  21. KARAKTERISTIK WANITA USIA SUBUR (WUS) YANG MENGALAMI KEPUTIHAN DI RB ... TANGGAMUS download
  22. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ... TAHUN 2007 download
  23. HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN EMESIS GRAVIDARUM PADA IBU HAMIL TRIMESTER I DI RUMAH SAKIT ... TAHUN 2007 download
  24. GAMBARAN FAKTOR KEJADIAN BENDUNGAN ASI PADA IBU POST PARTUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ... TAHUN 2008 download
  25. HUBUNGAN ANTARA PARITAS DENGAN KEJADIAN RETENSIO PLASENTA DI RSUD ... TAHUN 2007 download
  26. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG MATERI BUKU KIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ... TAHUN 2007 download
  27. KARAKTERISTIK AKSEPTOR KB SUNTIK YANG MENGALAMI KENAIKAN BERAT BADAN DI BPS ... TAHUN 2007 download
  28. PENGETAHUAN DAN SIKAP PASANGAN USIA SUBUR TENTANG PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD DI DESA ... TAHUN 2008 download
  29. GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP STANDAR PELAYANAN ANTENATAL OLEH BIDAN DI PUSKESMAS ... TAHUN 2007 download
  30. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI DESA ...TAHUN 2008. download
  31. GAMBARAN PELAKSANAAN ANTENATAL CARE DI BPS WILAYAH KERJA PUSKESMAS ...TAHUN 2008 download
  32. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN MP-ASI TERLALU DINI DI DESA ...TAHUN 2007. download
  33. GAMBARAN PENERAPAN KONSELING KB TERHADAP PEMAKAIAN KONTRASEPSI IMPLANT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ...TAHUN 2007 download
  34. KARAKTERISTIK IBU DENGAN ABORTUS DI RSUD ... TAHUN 2007 download
  35. KARAKTERISTIK AKSEPTOR KB IUD TERHADAP PENGGUNAAN AKDR/IUD DI PUSKESMAS ...TAHUN 2007 download
  36. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ... TAHUN 2008 download
  37. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN KOLOSTRUM PADA IBU NIFAS HARI PERTAMA DI BPS ...TAHUN 2007 download
  38. GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI PADA KESEHATAN REPRODUKSI DI LINGKUNGAN ... TAHUN 2008 download
  39. GAMBARAN PENERAPAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL (KALA I ) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) ...TAHUN 2008 download
  40. KARAKTERISTIK BALITA GIZI KURANG DI KAMPUNG ...TAHUN 2008 download
  41. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIDAN MELAKUKAN SUNAT PEREMPUAN DI TIGA KECAMATAN DI KABUPATEN ...TAHUN 2008 download
  42. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG TANDA-TANDA BAHAYA MASA NIFAS DALAM PEMANFAATAN BUKU KIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ...TAHUN 2008 download
  43. GAMBARAN LAMA PENGGUNAAN KB SUNTIK TERHADAP SIKLUS MENSTRUASI PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI DESA ...TAHUN 2008 download
  44. ANALISIS PELUANG TERJADINYA PRE EKLAMPSIA BERAT (PEB) PADA PASIEN HYPERTENSI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) ...TAHUN 2008 download
  45. HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN INTENSITAS NYERI PERSALINAN KALA I DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ...TAHUN 2008 download
  46. KARAKTERISTIK PENDERITA DIARE DI RUANG ANAK RUMAH SAKIT ... 2008 download
  47. HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI RUMAH SAKIT ...TAHUN 2007 download
  48. KARAKTERISTIK IBU POST PARTUM YANG MENGALAMI INFEKSI NIFAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ...TAHUN 2007 download
  49. HUBUNGAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG STANDAR ANTENATAL CARE (ANC) DENGAN PELAKSANAANNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ...TAHUN 2008 download
  50. HUBUNGAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG STANDAR ANTENATAL CARE (ANC) DENGAN PRAKTEK PELAKSANAANNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ...TAHUN 2008 download
  51. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN BUDAYA PATRIARKI DENGAN KEJADIAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) DI DESA PURWAJAYA WILAYAH KERJA PUSKESMAS ...TAHUN 2008 download
  52. GAMBARAN PENATALAKSANAAN PRE DAN POST SC OLEH BIDAN DI RUANG KEBIDANAN RUMAH SAKIT ... TAHUN 2008 download
  53. GAMBARAN RENDAHNYA KEIKUTSERTAAN SUAMI MENJADI AKSEPTOR KB DI ...TAHUN 2008 download
  54. GAMBARAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG MANAJEMEN AKTIF KALA III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ...TAHUN 2008 download
  55. GAMBARAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG MANAJEMEN AKTIF KALA III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ...TAHUN 2008 download
  56. KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM DI RUANG KEBIDANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) ...TAHUN 2008 download
  57. GAMBARAN PENATALAKSANAAN PEMBERIAN ASI 30 MENIT SETELAH BAYI LAHIR OLEH BIDAN RSUD ...TAHUN 2008 download
  58. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP KEPUTIHAN DAN PENANGANANNYA DI DESA ...TAHUN 2008 download
  59. KARAKTERISTIK IBU YANG MENYAPIH ANAK PADA USIA SEBELUM 2 TAHUN DI DESA ... TAHUN 2008 download
  60. KARAKTERISTIK IBU YANG MENGALAMI MENOPAUSE DI BPS. ... TAHUN 2008. download
  61. HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN GANGGUAN MENSTRUASI PADA AKSEPTOR KB DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ... TAHUN 2008 download
  62. KARAKTERISTIK IBU BAYI USIA 0-7 HARI YANG MENDAPATKAN IMUNISASI HEPATITIS B DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ...TAHUN 2008 download
  63. KARAKTERISTIK IBU HAMIL YANG MELAKUKAN ANC DI BPS. ...TAHUN 2008 download
  64. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU POST PARTUM TENTANG MASTITIS DI DESA ...TAHUN 2008 download
  65. ANALISA PERBEDAAN BERAT BADAN SEBELUM DAN SESUDAH MENGGUNAKAN KB SUNTIK DI BPS ...TAHUN 2008 download
  66. GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HIV/AIDS PADA REMAJA DI SMK NEGERI ... TAHUN 2008 download
  67. GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TERHADAP SADARI DI DESA ...TAHUN 2008 download
  68. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN UKS OLEH SISWI SMP KELAS VII SE-KECAMATAN ...TAHUN 2008 download
  69. HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN GANGGUAN MENTSTRUASI PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI PUSKESMAS ... TAHUN 2008 download
  70. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) PADA REMAJA PUTRI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ...TAHUN 2008 download
  71. GAMBARAN PENERAPAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL (KALA I ) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) ... TAHUN 2008 download
  72. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ASUPAN PROTEIN DALAM NUTRISI PADA BALITA DI PUSKESMAS ... TAHUN 2006 download
  73. GAMBARAN PENERAPAN SAFE MOTHERHOOD PADA SAAT ANTENATAL CARE (ANC) DI PUSKESMAS ...TAHUN 2006 download
  74. GAMBARAN PENATALAKSANAAN STERILISASI ALAT POST PARTUM DI RB. ... TAHUN 2006 download
  75. GAMBARAN PENATALAKSANAAN MANAJEMEN AKTIF KALA III DI BPS ...TAHUN 2006 download
  76. FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN DI DESA ... TAHUN 2006 download
  77. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG BOUNDING ATTACHMENT DI BPS ... TAHUN 2008 download
  78. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG HIPERMESIS GRAVIDARUM DI BPS ...NOVEMBER-DESEMBER TAHUN 2008 download
  79. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG PENCEGAHAN ANEMIA DI BPS ...TAHUN 2008 download
  80. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG TEKNIK MENYUSUI YANG BENAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ...TAHUN 2008 download
  81. KARAKTERISTIK AKSEPTOR KB IUD DI DESA ... TAHUN 2006 download
  82. ANALISIS RENDAHNYA KUNJUNGAN ANAK 1 - 5 TAHUN DI POSYANDU ...TAHUN 2006 download
  83. GAMBARAN CAKUPAN PEMBERIAN VITAMIN A DOSIS TINGGI PADA BALITA DI PUSKESMAS ...TAHUN 2006 download
  84. TINGKAT PENGETAHUAN IBU PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TENTANG METODE KELUARGA BERENCANA (KB) ALAMIAH DI ...TAHUN 2006 download
  85. GAMBARAN TENTANG RENDAHNYA AKSEPTOR IUD (AKDR) DI PUSKESMAS ...TAHUN 2006 download
  86. GAMBARAN PENGETAHUAN KADER TENTANG POSYANDU DI KELURAHAN download
  87. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA DIARE PADA BAYI DI RUANG ... download
  88. KARAKTERISTIK PENDERITA SEPSIS NEONATORUM DI RUANG ... download
  89. KARAKTERISTIK PENDERITA PRE-EKLAMPSIA BERAT DI RUANG ... download
  90. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR HEPATITIS B PADA BAYI (0-12 BULAN) DI DESA... download
  91. TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN PENDAMPING ASI PADA BAYI USIA (6-24 BULAN) DI PUSKESMAS... download
  92. KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN RETENSIO PLASENTA DI RUANG BERSALIN ... download
  93. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG VITAMIN A DI POSYANDU ... download
  94. GAMBARAN PENATALAKSANAAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG PADA BAYI DI POSYANDU ... download
  95. GAMBARAN PELAKSANAAN RESUSITASI PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA OLEH TENAGA KESEHATAN DI RUANG ... download
  96. HUBUNGAN MASSASE DENGAN PENGURANGAN RASA NYERI PERSALINAN PADA PRIMIGRAVIDA INPARTU KALA I DI BPS ... download
  97. HUBUNGAN ANEMIA DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA SEMESTER III DI ... download
  98. GAMBARAN KUALITAS PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS ... download
  99. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN AKSEPTOR DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI IMPLAN DI DUSUN ... download
  100. PENGETAHUAN DAN SIKAP AKSEPTOR KB SUNTIK TENTANG PENGGUNAAN IMPLANT DI RB... download
  101. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI TERLALU DINI DI DUSUN ... download
  102. PERSEPSI AKSEPTOR PIL TENTANG PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI PUSKESMAS ... download
  103. GAMBARAN PELAKSANAAN ASUHAN SAYANG IBU DALAM PERSALINAN KALA I DI RB ... download
  104. PENGETAHUAN KADER TERHADAP KEGIATAN POSYANDU DI PUSKESMAS ... download
  105. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG PERAWATAN TALI PUSAT DI DESA ... download
  106. TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA AKBID TINGKAT II SEMESTER III TENTANG ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN) download
  107. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERHASILAN PEMBERIAN IMUNISASI TT CATIN... download
  108. GAMBARAN PENATALAKSANAAN APN OLEH BIDAN YANG MENDAPATKAN PELATIHAN DAN SERTIFIKAT APN DI RB DAN BPS DI KOTA ... download
  109. PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS III TENTANG KEPUTIHAN DI SLTPN ... download
  110. PERBEDAAN KADAR Hb IBU HAMIL DI DAERAH ... DAN DAERAH ... download
  111. HUBUNGAN PERTAMBAHAN BERAT BADAN SELAMA HAMIL DENGAN BERAT LAHIR BAYI DI BPS... download
  112. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA PERTOLONGAN PERSALINAN PADA DUKUN DI DESA ... download
  113. GAMBARAN PERSALINAN DENGAN SECSIO CAESARIA DI RS... download
  114. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU SADARI PADA REMAJA PUTRI KELAS III DI ... download
  115. PENGARUH INISIASI MENYUSUI DINI TERHADAP WAKTU PENGELUARAN ASI PADA IBU POSTPARTUM DI BPS ... download
  116. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BURUK PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS… download
  117. GAMBARAN PENATALAKSANAAN 2 JAM POST PARTUM DI RUMAH PASIEN OLEH BIDAN DI DESA … download
  118. PENATALAKSANAAN 6 JAM PERTAMA PADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS … download
  119. PENATALAKSANAAN ASUHAN IBU NIFAS 1-3 HARI OLEH BIDAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS … download
  120. GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR WANITA PASANGAN USIA SUBUR TIDAK MENGGUNAKAN KONTRASEPSI TUKBEKTOMI DI … download
  121. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU POST SECTIO CAESARIA TENTANG PEMBERIAN KOLOSTRUM DI... download
  122. PENATALAKSANAAN ASUHAN IBU NIFAS 1-3 HARI OLEH BIDAN DI... download
  123. GAMBARAN RUJUKAN PERSALINAN OLEH BIDAN DALAM PENERAPAN BAKSOKUDO DI... download
  124. PENATALAKSANAAN 6 JAM PERTAMA PADA BAYI BARU LAHIR DI... download
  125. GAMBARAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN INFEKSI OLEH NAKES DI... RUANG KIA DI... download
  126. GAMBARAN EFEK KB IUD PADA AKSEPTOR KB IUD DI... download
  127. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IUD DENGAN KEIKUTSERTAAN IBU SEBAGAI AKSEPTOR IUD DI... download
  128. PENGARUH PEMBERIAN KOMPRES PANAS TERHADAP PENGURANGAN RASA NYERI SAAT PERSALINAN PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA KALA I FASE AKTIF DI... download
  129. SIKAP SISWA KELAS XI TENTANG PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA DI... download
  130. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP STATUS IMUNISASI PADA BAYI DI... download
  131. GAMBARAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 5-6 TAHUN DENGAN MENGGUNAKAN DETEKSI DI...NI KARTU DATA TUMBUH KEMBANG ANAK USIA 5-6 TAHUN DI... download
  132. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN RENDAHNYA KEIKUTSERTAAN PRIA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM KB VASEKTOMI DI... download
  133. GAMBARAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL PERILAKU BIDAN DALAM MENERAPKAN MANAJEMEN AKTIF KALA III DI... download
  134. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG PENTINGNYA PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI... RB ... DAN BPS-BPS DI... download
  135. HUBUNGAN MOTIVASI SUAMI PADA IBU HAMIL DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) DI... download
  136. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN AKSEPTOR KB IUD TENTANG PENATALAKSANAAN KB IUD DI... download
  137. FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANEMIA PADA SISWI SMU ... download
  138. GAMBARAN PENGETAHUAN PRIMIGRAVIDA TENTANG PERAWATAN PAYUDARA SAAT HAMIL DI BPS ... download
  139. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN CAKUPAN PELAYANAN ANTENATAL DI KLINIK IBI ... download
  140. GAMBARAN PELAPORAN PEMANTAUAN WILAYAH SETEMPAT KESEHATAN IBU DAN ANAK (PWS-KIA) OLEH BIDAN DESA ... download
  141. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI... download
  142. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SULIT MAKAN PADA ANAK DI TK ... download
  143. SIKAP DAN PERILAKU IBU TERHADAP ISPA PADA ANAK USIA 1-4 DI PKM... download
  144. GAMBARAN PENATALAKSANAAN PEMBERIAN SALEP MATA DAN VITAMIN K TERHADAP BAYI BARU LAHIR OLEH BIDAN DI WILJA PKM ... download
  145. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA DI PKM ... download
  146. HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN PARTUS LAMA DI RUMAH SAKIT ... download
  147. HUBUNGAN ANTARA AKSEPTOR KB SUNTIK DEPO PROVERA DENGAN GANGUAN MENSTRUASI DI PKM ... download
  148. ANALISIS PELUANG TERJADINYA HIPERBILIRUBINEMIA PADA BAYI YANG DIRAWAT DI ... download
  149. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS DI PKM ... download
 MODEL PEMBELAJARAN

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Trianto cit Joyce, 2007).Image

Ada beberapa jenis model pembelajaran, antara lain:
a.    Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)
Model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah (Trianto cit Arends, 2007). Ciri-ciri model pengajaran langsung adalah sebagai berikut:
a)    Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penelitian belajar.
b)   Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
c)    Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan baik.
b.     Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi mahasiswa bukan hanya dosen dan buku ajar, tetapi juga sesama mahasiswa (Wena, 2008). Ada beberapa pendekatan dalam pembelajaran kooperatif, antara lain: Student Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw II, Invertigasi Kelompok (Teams Games Tournament), dan Pendekatan Struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NTH).
c.    Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)
Problem Based Learning adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada mahasiswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik (Trianto cit Dewey, 2007).
d.   Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Merupakan suatu konsep yang membantu guru/dosen mengaitkan konten mata pelajaran denga  situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja (Trianto cit  Blanchard, 2007). Komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (quesioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning community), permodelan (modelling), dan penilaian autentik (authentic assessment).
e.    Pembelajaran Model Diskusi Kelas
Diskusi merupakan komunikasi seseorang berbicara satu dengan yang lain, saling berbagi gagasan dan pendapat. Berdasarkan pengertian tersebut, pemanfaatan diskusi oleh guru/dosen mempunyai arti untuk memahami apa yang ada di dalam pemikiran siswa dan bagaimana memproses gagasan dan informasi yang diajarkan melalui komunikasi yang terjadi selama pembelajaran berlangsung baik antar siswa maupun komunikasi guru dengan siswa. Sehingga diskusi menyediakan tatanan sosial dimana guru dapat membantu siswa menganalisis proses berpikir mereka (Trianto, 2007).
f.     Pembelajaran Inkuiri
Inkuiri dalam Bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan atau pemeriksaan, penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi.
PSK [Pekerja Seks Komersial]

A.      Definisi
Prostitusi/kerja seks komersial (commercial sex work) adalah pemberian layanan seks untuk melunasi utang atau keuntungan materiil. Banyak perdebatan mengenai pilihan terminologi ketika seseorang memilih istilah ‘prostitusi’ ketimbang ‘kerja seks komersial’.

B.       Sejarah Singkat tentang Industri Seks di Indonesia
Sektor seks, meski berdiri dalam struktur yang tidak begitu formal dan berbau komersial, dapat ditelusuri jejaknya hingga masa sebelum pendudukan Belanda. Beberapa contoh di mana layanan seks diperlakukan sebagai komoditas semata termasuk, namun tidak terbatas kepada, praktik pergundikan yang umum dijalankan sejumlah kerajaan di Jawa dan, di Bali, seorang raja mempunyai hak untuk menikmati layanan seks dari janda berkasta rendah. Pada masa penjajahan Belanda, industri seks berkembang dan sekaligus menjadi lebih terorganisasi. Meski perundang-undangan terdahulu berusaha membatasi bahkan mengakhiri kerja seks komersial, pada tahun 1852 perundang-undangan pemerintah kolonial mempunyai fokus untuk mengatur industri itu ketimbang mengusahakan penutupannya secara resmi, dengan serangkaian peraturan berupaya menghindarkan bahaya yang disebabkan oleh kerja seks. Peraturan-peraturan ini antara lain mengenai pendaftaran pekerja seks, pengaturan pekerja seks di bawah pengawasan polisi/pemerintah daerah, ketentuan bahwa mereka harus selalu membawa kartu identitas dan menjalani pemeriksaan medis secara teratur . Secara garis besar, hanya kerangka regulatif dan administratif inilah yang masih bertahan hingga sekarang. Di seluruh wilayah Indonesia ada sejumlah tempat yang diatur pemerintah atau kompleks rumah bordil (lokalisasi) yang menempatkan kerja seks di satu lokasi yang sudah secara khusus disediakan untuk tujuan tersebut, yang dikelola oleh pemerintah daerah /provinsi dan di bawah wewenang Dinas Sosial (Lim, 1998: 4, Hull et al., 1998: 31).3 Kompleks rumah bordil resmi ini merupakan sebuah aspek penting dalam sektor seks dewasa ini. Kendati demikian, mereka bukan satu-satunya lokasi untuk transaksi seks dalam industri seks Indonesia. Kerja seks yang tidak begitu formal dan tidak diatur oleh hukum dapat ditemui sama seringnya dengan yang formal.
Image
Menarik untuk diperhatikan bahwa di Indonesia sampai saat ini belum ada undang-undang yang melarang kerja seks. Namun KUHP sebenarnya melarang fasilitasi aktivitas seksualilegal (pasal 296), perdagangan perempuan atau lelaki di bawah umur (pasal 297) dan pencarian keuntungan dari melacurkan perempuan (pasal 506). Untuk informasi lebih lanjut mengenai undang-undang apa saja yang mengatur eksploitasi seksual dan eksploitasi seksual yang dilakukan terhadap pihak lain, lihat bagian VI, Kajian Perundangundangan Indonesia.

C.      Ruang Lingkup Kerja Seks di Indonesia
Mencoba mengidentifikasi ruang lingkup industri seks di Indonesia merupakan suatu tugas yang sulit. Sifat dasar industri seks di sini, bahkan dengan statusnya yang separuh resmi, sebagian besar adalah informal dan dilakukan secara terselubung. Sehingga industri ini tersembunyi sifatnya dan sulit untuk mendokumentasikannya. Karena itu, jika kita ingin berbicara mengenai ruang lingkup kerja seks, kita harus memulainya dengan mengakui bahwa terdapat kekurangan dalam hal informasi yang komprehensif dan, karena itu menciptakan pemahaman yang terbatas tentang lingkup sebenarnya dari industri tersebut di Indonesia.

D.  Aspek Sosiodemografis Pekerja Seks
Mengingat langkanya statistik yang dapat diandalkan tentang industri seks, maka profil demografis komprehensif tentang pekerja seks tidak mungkin dapat diberikan. Kendati demikian, informasi yang digali dari berbagai studi memberikan kita gambaran sekilas dari profil PSK di daerah-daerah tertentu. Berdasarkan informasi ini, juga lebih banyak data eksperiensial (data yang diperoleh dari pengalaman dan observasi) dari hasil kerja ICMC dan ACILS berkenaan dengan isu ini, dapat disusun komposisi yang amat umum dari pekerja seks di Indonesia. Tentu saja komposisi ini hanya berupa sebuah kerangka umum; data tersebut sebagian besar berasal dari penelitian kualitatif dan selayaknya dibaca dalam kerangka metodologis ini.
  1. Gender: Pekerja seks di Indonesia umumnya adalah perempuan, kendati ada beberapa contoh pekerja seks lelaki atau waria.
  2. Usia: Bervariasi dan dapat berkisar dari di bawah umur sampai setengah baya. Kendati demikian, pekerja seks cenderung adalah perempuan muda di akhir usia remajanya sampai dua puluhan. Pekerja seks yang di bawah umur juga banyak jumlahnya.
  3. Status Pernikahan: Amat bervariasi, namun representasi perempuan dengan status janda dalam industri seks cukup siginifikan.
  4. Latar Belakang Pendidikan: Tingkat pendidikan pekerja seks cenderung rendah, banyak di antaranya tidak menamatkan 6 tahun pendidikan di sekolah dasar (SD).
  5. Tempat Asal: Para pekerja seks datang dari seluruh Indonesia, namun sejumlah besar pekerja seks berasal dari Jawa.
  6. Latar Belakang Ekonomi: Pekerja seks berasal dari semua sektor ekonomi namun terutama dari segmen masyarakat kurang mampu.
  7. Komposisi Kota/Desa: Nampaknya ada arus signifikan dari desa ke kota yang dilakukan oleh perempuan untuk melakukan kerja seks.
  8. Agama: mengingat mayoritas penduduk adalah Muslim, tidak mengejutkan bila banyak pekerja seks juga memeluk agama Islam. Namun ada juga perempuan beragama lain dalam sektor seks ini.
  9. Kontak/Hubungan dengan Keluarga dan Masyarakat: Secara umum kelihatannya perempuan yang bekerja dalam industri seks tetap berhubungan dengan keluarga mereka selama bekerja sebagai pekerja seks, dan juga mengirimkan sebagian penghasilan mereka kepada keluarga untuk membantu perekonomian keluarga mereka.
  10. Mobilitas: Layak untuk dicatat bahwa pekerja seks pada umumnya tidak bekerja di daerah asal mereka. Lebih jauh, ada bukti yang mengusulkan bahwa mereka cenderung berpindahpindah selama masa kerja mereka, kendati pergerakan itu tampaknya bukanlah suatu sirkulasi yang terorganisasi atau standar atas perintah pemilik rumah bordil atau calo.

E.  Berbagai Tipe Kerja Seks di Indonesia
Kerja seks komersial di Indonesia paling mudah terlihat di kompleks rumah bordil resmi (lokalisasi). Kendati demikian, manifestasi kerja seks komersial ini tidak hanya dapat ditemui di tempat ini, karena industri seks juga beroperasi di sejumlah lokasi dan konstelasi yang jumlahnya terus bertambah, yaitu rumah bordil, hotel, bar, rumah makan, gerai kudapan,bar karaoke, escort services, dan panti pijat. Lebih lanjut, aktivitas sektor seks termasuk semua jasa seksual yang ditawarkan secara komersial, bahkan ketika hal itu terjadi di lokasi yang tidak dirancang sebagai tempat untuk melakukan transaksi seks (Sulistyaningsih, 2002: 24). Karena itu berbagai kerja seks tak langsung atau bahkan paruh waktu juga harus dimasukkan.
Di bawah ini adalah uraian sekilas mengenai tipe kerja seks yang lebih langsung.
1.      Kompleks rumah bordil resmi (lokalisasi): Tempat ini merupakan manifestasi yang paling formal dan sah menurut hukum di dalam sektor seks, yang terdiri dari sekumpulan tempat yang dikelola oleh pemilik atau manajer dan diawasi oleh pemerintah. Lokalisasi ini berbeda dengan rumah bordil yang cenderung bertempat di luar lokalisasi dan tidak diatur oleh pemerintah.
2.      Kompleks hiburan: Ini adalah lokasi di mana layanan seks sering kali tersedia selain bentuk-bentuk hiburan lain. Dalam beberapa kasus, PSK beroperasi secara independen sementara dalam situasi lain layanan seksual tersedia melalui pihak manajemen tempat tersebut.
3.      Wanita jalanan: Mereka ini adalah PSK yang menjajakan layanan seks di jalan atau di tempat terbuka (misalnya taman, stasiun kereta api, dsb.) Selain itu, masih banyak lagi jenis kerja seks tak langsung dan sering kali bersifat lepas, yang layak dipertimbangkan dan dipelajari lebih dalam, sebagai berikut:
4.      Penjual teh botol dan minuman ringan: Para gadis yang bekerja di kios makanan kecil sering kali juga masuk ke dalam sektor seks, meski dengan cara yang tidak terlalu terang-terangan. Penghasilan dari kios minuman ini biasanya tidak cukup untuk membuat mereka dapat bertahan hidup, sehingga banyak yang memberikan layanan seks untuk memperoleh penghasilan tambahan. Layanan ini mulai dari memperbolehkan pelanggan meraba-raba dan mencium mereka sampai hubungan seksual yang penetratif.
5.      Pelayan di tempat perhentian truk dan warung: Ada beberapa lokasi seperti kios yang menjajakan minuman keras atau warung di pinggir jalan, yang melayani sopir truk antarkota di mana mungkin tersedia perempuan dan gadis muda yang dapat dipandangi, diraba-raba dan diajak melakukan hubungan seks. Layanan ini ditawarkan sebagai sampingan dari lain pekerjaan mereka sebagai pelayan.
6.      Perempuan yang bekerja di perusahaan (yaitu staf bidang hubungan masyarakat atau Humas): Diduga bahwa dalam konteks transaksi bisnis tertentu di Indonesia, staf perempuan mungkin diminta (atau ‘didorong’) untuk memberikan layanan seks sebagai bagian dari, atau untuk memuluskan jalan bagi penandatanganan kontrak dalam perusahaan komersial yang legal.
7.      ‘Sekretaris plus’: Ini adalah ‘layanan’ untuk eksekutif asing yang bekerja di Jakarta. Jasa yang diberikan seorang sekretaris profesional adalah penanganan urusan administrasi juga pemberian layanan seks kepada sang klien. Bayaran untuk pengaturan semacam ini adalah 3 juta rupiah per hari untuk minimum satu minggu dengan 60% bayaran masuk ke kantong karyawan bersangkutan. Syaratnya, perempuan tersebut harus fasih berbahasa Inggris, bergelar sarjana dan mempunyai penampilan fisik yang menarik.
8.      Pecun dan Perek: Di Indonesia dikenal pecun (perempuan cuma-cuma) atau perek (perempuan eksperimen), sebuah kategori terpisah dari para perempuan yang melakukan aktivitas seksual untuk memperoleh imbalan. Mereka ini adalah gadis muda di daerah perkotaan, sering kali remaja (yang dijuluki ABG, anak baru gede), yang melakukan kerja seks terselubung, berhubungan seks dengan lelaki demi uang, atau sering, hadiah. Para gadis dan perempuan ini biasanya mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi, SLTP atau SMU; pecun biasanya memang masih duduk di bangku sekolah. Mereka dapat dijumpai menjajakan diri dan nongkrong di terminal bus, pusat perbelanjaan, arena biliar, warung dan tempat-tempat lainnya.
9.      Istri kontrakan: Perempuan setempat tidak jarang hidup dengan, dan menikmati dukungan finansial lelaki asing yang dikontrak untuk bekerja dalam jangka pendek di Indonesia. Biasanya kontrak tersebut berlaku hingga tiga tahun lamanya.
10.  Panti pijat: Layanan pijat dapat juga menyediakan berbagai layanan seks. Praktik ini merupakan sesuatu yang lazim dan ditemukan di begitu banyak tempat di seluruh Indonesia, termasuk hotel dan spa kelas atas.
11.  Model dan aktris film: Beberapa model dan aktris menambah penghasilan mereka dengan jalan juga bekerja sebagai gadis panggilan (Murray, 1991: 105-6). Acap bertiup rumor bahwa di kalangan model dan aktris top Indonesia hal ini sudah biasa dilakukan, meski sulit dikatakan sampai sejauh mana kebenarannya.
12.  Resepsionis hotel: NGO Hotline Surabaya memberitahu tentang beberapa hotel di mana perempuan yang bekerja di meja penerimaan tamu (front desk reception) dapat memberikan layanan seks jika ada tamu yang meminta.
13.  Anak jalanan, pedagang keliling dan pedagang kaki lima: Menurut sebuah survei mengenai perilaku yang berisiko PMS/HIV yang dilaksanakan di Kuta, Bali, ada sejumlah anak lelaki dan perempuan (umur 12-17 tahun) yang bekerja sebagai ‘pekerja seks tidak resmi’. Mereka melayanani berbagai macam klien, termasuk wisatawan dalam negeri dan asing yang mengunjungi pulau itu. Selain itu, sebagian anak jalanan lebih muda yang bekerja sebagai pengemis, penjual gelang dan pencopet ditekan untuk berhubungan seks dengan lelaki asing.

F.   Kesehatan Reproduksi dan Umum
Kesehatan reproduksi perempuan merupakan indikator penting dari kondisi di mana mereka kerja dan tinggal sebagai pekerja seks. Penelitian yang dilakukan, penyakit yang sering terjadi adalah penyakit menular seksual (PMS) dan HIV/AIDS.
G.      Aktor-Aktor Lain dalam Industri Seks – Mucikari, Pemilik Rumah Bordil, Sopir Taksi, dst.
Industri seks dijalankan oleh sederetan aktor berbeda dengan perannya masing-masing. Mereka antara lain adalah :
1.    Germo (pemilik rumah bordil; atau ‘tante’) – Memberikan fasilitas bagi pekerja seks untuk menjalankan usahanya. Sebagai imbalan atas fasilitas tersebut, germo menerima sebagian dari penghasilan pekerja seks.
2.    Mucikari – Memberikan pekerja seks perlindungan dan kontak dengan pelanggan dengan imbalan sebagian dari gaji mereka.
3.    Calo atau taikong – Merekrut perempuan dan gadis dari daerah asal kemudian mengirim mereka untuk dipekerjakan di dalam industri seks. Di daerah pedesaan, biasanya calo adalah penduduk setempat yang dikenal serta dipercaya di daerah tersebut. Calo akan memperoleh imbalan atas jasanya ini dari pemilik rumah bordil atau mucikari atau dapat juga menerima sebagian penghasilan pekerja seks bersangkutan selama ia menggeluti profesinya itu .
4.    Sopir taksi – Berperan memasarkan layanan seks dengan memberikan informasi kepada pelanggan tentang lokasi, ‘aturan main’, jenis layanan yang tersedia dan tarif layanan seks. Mereka juga dapat bertindak sebagai perantara, membawa pelanggan ke pekerja seks atau sebaliknya.
5.    Penjaga keamanan – Berperan sebagai pelindung bagi pekerja seks dari pelanggan mereka dan penduduk di kawasan lokalisasi. Jika pekerja seks tidak bebas meninggalkan rumah bordil, mereka juga ditugasi untuk memastikan bahwa pekerja seks itu tidak akan ‘melarikan diri’.
6.    Aparat pemerintah setempat – Aparat setempat terlibat dalam industri seks; mereka bertanggung jawab untuk mengatur sektor seks dan menawarkan program rehabilitasi kepada PSK perempuan yang ingin keluar dari kerja seks. Namun dalam praktiknya kinerja aparat setempat tercatat ‘bervariasi’ dalam hal keterlibatan mereka di lokalisasi.
7.    Polisi – Peran utama polisi adalah menegakkan semua UU yang berkaitan dengan sektor seks. Meski kerja seks bukan sesuatu yang ilegal di Indonesia, kegiatan yang biasa dilakukan polisi terhadap lokalisasi adalah razia. Mereka juga diketahui suka melecehkan PSK dan memeras uang. Sebagaimana aparat pemerintah setempat, dalam praktiknya polisi mempunyai catatan kinerja yang ‘berwarna-warni’ di lokalisasi dan pekerja seks melaporkan menderita kekerasan dan pelecehan oleh polisi.

H.      Keterlibatan Pemerintah dalam Sektor Seks
Seperti yang sudah diuraikan sekilas di atas, pemerintah (aparat setempat, polisi, dst.) memainkan peran yang signifikan dalam industri seks Indonesia. Di bawah Departemen Sosial, ada Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial yang diserahkan tanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan pekerja seks komersial juga ‘masalah sosial’ lain seperti orang cacat, pelaku criminal dan pengemis.
Keterlibatan pemerintah dalam sektor seks amat menonjol dalam konteks program dan pusat rehabilitasi. Dalam beberapa kasus, pusat rehabilitasi bertempat di lokasi yang terpisah dari daerah rumah bordil dan polisi biasanya membawa perempuan yang mereka tangkap di daerah rumah bordil ke sana agar bisa direhabilitasi.  Juga ada pusat rehabilitasi yang berada di dalam lokalisasi.

RAMBUT RONTOK SAAT HAMIL..??


Kerontokan sendiri bukan hal baru di sini, karena cukup banyak dampak hormonal yang terjadi dalam kehamilan. Namun, sebenarnya kerontokan rambut akan segera sembuh pada 3 bulan pasca melahirkan, karena hormon tubuh kembali normal, dan kadar estrogen dalam tubuh akan segera bergerak cepat untuk menghentikan kerontokan rambut.

Mencegah kerontokan saat hamil ::
1. Konsultasi pada dokter Anda, cek level hormon Anda, apakah besar kemungkinan Anda mengalami kerontokan rambut yang parah ?
2. Jangan mengikat rambut terlalu keras, mem-blow, mengeriting atau kegiatan salon lain yang dapat membuat rambut Anda rontok.
3. Pastikan Anda memakai produk untuk rambut yang mengandung Biotin dan Silica. Perbanyak makan vitamin seperti Vitamin B komplek, Vitamin E dan Zat Besi.
Pola hidup sehat merupakan cara termudah untuk mengobati rambut rontok saat hamil. Misalnya dengan menjalani diet yang seimbang, olah raga teratur, tidur cukup dan menghindari junk food serta perawatan rambut berbahan kimia yang terlalu berlebihan. Asupan yang cukup berupa protein, kalsium, yodium, magnesium, selenium dan zat besi sangat penting untuk rambut Anda.
Selain pola makan, memijat kulit kepala juga dapat mengobati rambut rontok saat hamil. Dengan menggunakan minyak aroma terapi, pengobatan dapat berjalan efektif, karena pijatan membuat darah terstimulasi ke kepala, dan dapat menghentikan kerontokan. Pilih juga minyak aroma terapi yang sesuai dengan jenis rambut Anda demi memberikan hasil maksimal. Selain itu, Anda juga bisa mencoba bahan-bahan alami untuk memijat, seperti lidah buaya.
Langkah selanjutnya dalam mengatasi rambut rontok saat hamil adalah olah raga. Aktivitas ini punya peran cukup besar menghentikan kerontokan, karena berolah raga membuat sirkulasi darah lancar, dan menyehatkan seluruh organ tubuh. Kondisi tubuh seperti ini tentu akan berdampak positif bagi rambut Anda. Sebagai pamungkasnya, tidur yang cukup harus ditempuh demi mencapai rambut sehat.

2011-03-26

Teori Belajar

Teori-Teori Belajar Proses Perubahan Tingkah Laku
Arie Asnaldi, S.Pd

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi.Namun dalam kesempatan ini hanya akan dikemukakan lima jenis teori belajar saja, yaitu: (a) teori behaviorisme; (b) teori belajar kognitif menurut Piaget; (4) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan (5) teori belajar gestalt

Teori Behaviorisme
Sebagaimana telah dikemukakan pada Bab II bahwa behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek  mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat  dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari  pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1.     Connectionism ( S-R Bond)  menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum  belajar, diantaranya:
a.     Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons  menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula  hubungan  yang terjadi antara Stimulus- Respons.
b.      Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
c.      Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan  semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2.     Classical Conditioning  menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum  belajar, diantaranya :
a.     Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b.      Law of Respondent Extinction  yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3.     Operant  Conditioning  menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum  belajar, diantaranya :
a.     Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b.      Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning  itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons  dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah  stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons  tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4.     Social Learning  menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya,  Bandura  memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana  yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Dalam bab sebelumnya telah dikemukan tentang aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan                   (4) formal operational.  Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.  Guru  hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
a.     Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b.      Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c.      Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d.     Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e.     Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan  proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman;  (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali;  (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai   “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler,  ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
a.     Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna  dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka  akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
b.      Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
c.      Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
d.     Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi  sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
e.     Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
f.       Ketertutupan (closure)  bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu: 
a.     Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar.  Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
b.      Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
c.      Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak  seperti gunung atau binatang tertentu.
d.     Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses  yang dinamis  dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran  terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a.     Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b.      Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan  dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna  yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c.      Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah  aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d.     Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e.     Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain.  Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek  dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi  apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.  Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

Daun Lembayung sebagai Laktogogum

   
       Isapan bayi merupakan mekanoreseptor pada puting susu ibu yang merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prolaktin releasing hormon, menurunkan prolaktin inhibiting hormon, merangsang pituitari posterior untuk memproduksi oksitosin. Oksitosin akan merangsang kontraksi sel-sel mioepitel di sekitar alveolus mamma dan menyebabkan pengeluaran ASI (ejection). Peningkatan prolaktin releasing hormon akan merangsang pituitari anterior untuk memproduksi prolaktin yang akan menyebabkan sekresi ASI. Isapan bayi pada puting susu akan menekan siklus menstruasi dengan cara menghambat sekresi luteinizing hormon (LH) dan folicle stimulating hormone (FSH) (Kaliappan, 2008).

       Perubahan hormon saat hamil menyebabkan kelenjar mamma dan penekanan aksis hipotalamus-pituitari-ovarium berkembang untuk laktasi dan amenore saat laktasi. Proses menghisap puting susu oleh bayi akan mengubah pola sekresi gonadotropin releasing hormon (FSH dan LH) dan meningkatkan sensitivitas hipotalamus terhadap efek negatif estradiol. Mekanisme ini akan menekan siklus ovarium saat laktasi sehingga terjadi amenore saat laktasi (Moechherdiyaniningsih, 1992). Saat kehamilan terjadi peningkatan hormon prolaktin, estradiol total, estradiol bebas, estron, estriol, progesteron dan laktogen plasenta, sedangkan dehidroepiandrosteron sulfat menurun kadarnya. Estrogen (estradiol), estrogen (estriol) mempersiapkan perkembangan kelenjar mamma untuk masa laktasi. Pada wanita yang lebih lama masa menyusui, terjadi peningkatan prolaktin dibandingkan dengan wanita yang lebih pendek masa menyusuinya. Estradiol menekan aksis hipotalamus-pituitari-ovarium. Rasio kadar prolaktin terhadap estradiol dapat memprediksikan lamanya terjadi masa amenore pada ibu menyusui (Mangathayaru, 2008).

        Daun katuk banyak dikonsumsi dalam bentuk sayur rebusan atau dilalap oleh ibu menyusui sebagai laktogogum atau pelancar ASI. Di Kabupaten Kebumen, khususnya di Desa Kedungwinangun, ibu menyusui banyak menggunakan daun lembayung atau daun kacang untuk memperlanvar ASI atau sebagai kompres payudara saat payudara bengkak Karen produksi ASI yang tidak seimbang dengan frekuensi menyusui. Daun lembayung, pada bagian daun dan akarnya mengandung saponin dan polifenol yang dapat meningkatkan kadar prolaktin.
       
      Berbagai substansi dalam laktagogum memiliki potensi dalam menstimulasi hormon oksitosin dan prolaktin seperti Alkaloid, polifenol, steroid, flavonoid dan substansi lainnya memerlukan kajian mendalam untuk menilai substansi apa yang paling efektif dalam meningkatkan dan memperlancar produksi ASI.

2011-03-25

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Dosen : Ratna Martani, A.Md.Keb.
Program Studi : Askeb II (Persalinan)
NIP : -
Jurusan : D-III Kebidanan
Mata Kuliah / SKS : 4 SKS (T:1 ; P:3)
Semester : III
Pertemuan ke / Waktu : 7/90 menit
Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu memberikan Asuhan Kebidanan pada ibu dalam persalinan dengan pendekatan manajemen
kebidanan.
Kompetensi Dasar : Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan pada Kala IV persalinan.
Indikator : Menjelaskan pemeriksaan serviks, vagina dan perineum.

No Tahap Kegiatan Pembelajaran Metode Media Sumber Belajar Alokasi Waktu
1 Pendahuluan 1. Membuka pelajaran
2. Menjelaskan tujuan dan kompetensi pembelajaran hari ini
3. Menjelaskan manfaat pembelajaran hari ini Ceramah
Tanya jawab Power point 10 menit
2 Penyajian Mahasiswa berdiskusi dalam kelompok untuk membahas pemeriksaan serviks, vagina dan perineum. Diskusi Power point
spidol Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Mochtar, Rustam. 1998. Sisnopsis Obstetri. Jakarta: ECG. 65 menit
3 Penutup Dosen merangkum pembelajaran hari ini
Memberi tugas: menyusun hasil diskusi tiap kelompok
Memberi gambaran tentang materi berikutnya Ceramah
tugas Power point 15 menit