PSK [Pekerja Seks Komersial]
A. Definisi
Prostitusi/kerja seks komersial (
commercial sex work) adalah
pemberian layanan seks untuk melunasi utang atau keuntungan materiil.
Banyak perdebatan mengenai pilihan terminologi ketika seseorang memilih
istilah ‘prostitusi’ ketimbang ‘kerja seks komersial’.
B. Sejarah Singkat tentang Industri Seks di Indonesia
Sektor seks, meski berdiri dalam struktur yang tidak begitu formal
dan berbau komersial, dapat ditelusuri jejaknya hingga masa sebelum
pendudukan Belanda. Beberapa contoh di mana layanan seks diperlakukan
sebagai komoditas semata termasuk, namun tidak terbatas kepada, praktik
pergundikan yang umum dijalankan sejumlah kerajaan di Jawa dan, di Bali,
seorang raja mempunyai hak untuk menikmati layanan seks dari janda
berkasta rendah. Pada masa penjajahan Belanda, industri seks berkembang
dan sekaligus menjadi lebih terorganisasi. Meski perundang-undangan
terdahulu berusaha membatasi bahkan mengakhiri kerja seks komersial,
pada tahun 1852 perundang-undangan pemerintah kolonial mempunyai fokus
untuk mengatur industri itu ketimbang mengusahakan penutupannya secara
resmi, dengan serangkaian peraturan berupaya menghindarkan bahaya yang
disebabkan oleh kerja seks. Peraturan-peraturan ini antara lain mengenai
pendaftaran pekerja seks, pengaturan pekerja seks di bawah pengawasan
polisi/pemerintah daerah, ketentuan bahwa mereka harus selalu membawa
kartu identitas dan menjalani pemeriksaan medis secara teratur . Secara
garis besar, hanya kerangka regulatif dan administratif inilah yang
masih bertahan hingga sekarang. Di seluruh wilayah Indonesia ada
sejumlah tempat yang diatur pemerintah atau kompleks rumah bordil
(lokalisasi) yang menempatkan kerja seks di satu lokasi yang sudah
secara khusus disediakan untuk tujuan tersebut, yang dikelola oleh
pemerintah daerah /provinsi dan di bawah wewenang Dinas Sosial (Lim,
1998: 4, Hull et al., 1998: 31).3 Kompleks rumah bordil resmi ini
merupakan sebuah aspek penting dalam sektor seks dewasa ini. Kendati
demikian, mereka bukan satu-satunya lokasi untuk transaksi seks dalam
industri seks Indonesia. Kerja seks yang tidak begitu formal dan tidak
diatur oleh hukum dapat ditemui sama seringnya dengan yang formal.

Menarik untuk diperhatikan bahwa di Indonesia sampai saat ini belum
ada undang-undang yang melarang kerja seks. Namun KUHP sebenarnya
melarang fasilitasi aktivitas seksualilegal (pasal 296), perdagangan
perempuan atau lelaki di bawah umur (pasal 297) dan pencarian keuntungan
dari melacurkan perempuan (pasal 506). Untuk informasi lebih lanjut
mengenai undang-undang apa saja yang mengatur eksploitasi seksual dan
eksploitasi seksual yang dilakukan terhadap pihak lain, lihat bagian VI,
Kajian Perundangundangan Indonesia.
C. Ruang Lingkup Kerja Seks di Indonesia
Mencoba mengidentifikasi ruang lingkup industri seks di Indonesia merupakan suatu tugas
yang sulit. Sifat dasar industri seks di sini, bahkan dengan statusnya yang separuh resmi,
sebagian besar adalah informal dan dilakukan secara terselubung. Sehingga industri ini
tersembunyi sifatnya dan sulit untuk mendokumentasikannya. Karena itu, jika kita ingin
berbicara
mengenai ruang lingkup kerja seks, kita harus memulainya dengan
mengakui bahwa terdapat kekurangan dalam hal informasi yang komprehensif
dan, karena itu menciptakan
pemahaman yang terbatas tentang lingkup sebenarnya dari industri tersebut di Indonesia.
D. Aspek Sosiodemografis Pekerja Seks
Mengingat langkanya statistik yang dapat diandalkan tentang industri
seks, maka profil demografis komprehensif tentang pekerja seks tidak
mungkin dapat diberikan. Kendati demikian, informasi yang digali dari
berbagai studi memberikan kita gambaran sekilas dari profil PSK di
daerah-daerah tertentu. Berdasarkan informasi ini, juga lebih banyak
data eksperiensial (data yang diperoleh dari pengalaman dan observasi)
dari hasil kerja ICMC dan ACILS berkenaan dengan isu ini, dapat disusun
komposisi yang amat umum dari pekerja seks di Indonesia. Tentu saja
komposisi ini hanya berupa sebuah kerangka umum; data tersebut sebagian
besar berasal dari penelitian kualitatif dan selayaknya dibaca dalam
kerangka metodologis ini.
- Gender: Pekerja seks di Indonesia umumnya adalah perempuan, kendati ada beberapa contoh pekerja seks lelaki atau waria.
- Usia: Bervariasi dan dapat berkisar dari di bawah umur sampai
setengah baya. Kendati demikian, pekerja seks cenderung adalah perempuan
muda di akhir usia remajanya sampai dua puluhan. Pekerja seks yang di
bawah umur juga banyak jumlahnya.
- Status Pernikahan: Amat bervariasi, namun representasi perempuan dengan status janda dalam industri seks cukup siginifikan.
- Latar Belakang Pendidikan: Tingkat pendidikan pekerja seks cenderung
rendah, banyak di antaranya tidak menamatkan 6 tahun pendidikan di
sekolah dasar (SD).
- Tempat Asal: Para pekerja seks datang dari seluruh Indonesia, namun sejumlah besar pekerja seks berasal dari Jawa.
- Latar Belakang Ekonomi: Pekerja seks berasal dari semua sektor ekonomi namun terutama dari segmen masyarakat kurang mampu.
- Komposisi Kota/Desa: Nampaknya ada arus signifikan dari desa ke kota yang dilakukan oleh perempuan untuk melakukan kerja seks.
- Agama: mengingat mayoritas penduduk adalah Muslim, tidak mengejutkan
bila banyak pekerja seks juga memeluk agama Islam. Namun ada juga
perempuan beragama lain dalam sektor seks ini.
- Kontak/Hubungan dengan Keluarga dan Masyarakat: Secara umum
kelihatannya perempuan yang bekerja dalam industri seks tetap
berhubungan dengan keluarga mereka selama bekerja sebagai pekerja seks,
dan juga mengirimkan sebagian penghasilan mereka kepada keluarga untuk
membantu perekonomian keluarga mereka.
- Mobilitas: Layak untuk dicatat bahwa pekerja seks pada umumnya tidak
bekerja di daerah asal mereka. Lebih jauh, ada bukti yang mengusulkan
bahwa mereka cenderung berpindahpindah selama masa kerja mereka, kendati
pergerakan itu tampaknya bukanlah suatu sirkulasi yang terorganisasi
atau standar atas perintah pemilik rumah bordil atau calo.
E. Berbagai Tipe Kerja Seks di Indonesia
Kerja seks komersial di Indonesia paling mudah terlihat di kompleks rumah bordil resmi
(lokalisasi). Kendati demikian, manifestasi kerja seks komersial ini tidak hanya dapat ditemui
di tempat ini, karena industri seks juga beroperasi di sejumlah lokasi dan konstelasi yang
jumlahnya terus bertambah, yaitu rumah bordil, hotel, bar, rumah makan, gerai kudapan,bar karaoke,
escort services, dan panti pijat. Lebih lanjut, aktivitas sektor seks termasuk semua
jasa seksual yang ditawarkan secara komersial, bahkan ketika hal itu terjadi di lokasi yang
tidak dirancang sebagai tempat untuk melakukan transaksi seks (Sulistyaningsih, 2002: 24).
Karena itu berbagai kerja seks tak langsung atau bahkan paruh waktu juga harus dimasukkan.
Di bawah ini adalah uraian sekilas mengenai tipe kerja seks yang lebih langsung.
1. Kompleks rumah bordil resmi (lokalisasi): Tempat ini
merupakan manifestasi yang paling formal dan sah menurut hukum di dalam
sektor seks, yang terdiri dari sekumpulan tempat yang dikelola oleh
pemilik atau manajer dan diawasi oleh pemerintah. Lokalisasi ini berbeda
dengan rumah bordil yang cenderung bertempat di luar lokalisasi dan
tidak diatur oleh pemerintah.
2. Kompleks hiburan: Ini adalah lokasi di mana layanan seks
sering kali tersedia selain bentuk-bentuk hiburan lain. Dalam beberapa
kasus, PSK beroperasi secara independen sementara dalam situasi lain
layanan seksual tersedia melalui pihak manajemen tempat tersebut.
3. Wanita jalanan: Mereka ini adalah PSK yang menjajakan layanan
seks di jalan atau di tempat terbuka (misalnya taman, stasiun kereta
api, dsb.) Selain itu, masih banyak lagi jenis kerja seks tak langsung
dan sering kali bersifat lepas, yang layak dipertimbangkan dan
dipelajari lebih dalam, sebagai berikut:
4. Penjual teh botol dan minuman ringan: Para gadis yang bekerja
di kios makanan kecil sering kali juga masuk ke dalam sektor seks,
meski dengan cara yang tidak terlalu terang-terangan. Penghasilan dari
kios minuman ini biasanya tidak cukup untuk membuat mereka dapat
bertahan hidup, sehingga banyak yang memberikan layanan seks untuk
memperoleh penghasilan tambahan. Layanan ini mulai dari memperbolehkan
pelanggan meraba-raba dan mencium mereka sampai hubungan seksual yang
penetratif.
5. Pelayan di tempat perhentian truk dan warung: Ada beberapa
lokasi seperti kios yang menjajakan minuman keras atau warung di pinggir
jalan, yang melayani sopir truk antarkota di mana mungkin tersedia
perempuan dan gadis muda yang dapat dipandangi, diraba-raba dan diajak
melakukan hubungan seks. Layanan ini ditawarkan sebagai sampingan dari
lain pekerjaan mereka sebagai pelayan.
6. Perempuan yang bekerja di perusahaan (yaitu staf bidang
hubungan masyarakat atau Humas): Diduga bahwa dalam konteks transaksi
bisnis tertentu di Indonesia, staf perempuan mungkin diminta (atau
‘didorong’) untuk memberikan layanan seks sebagai bagian dari, atau
untuk memuluskan jalan bagi penandatanganan kontrak dalam perusahaan
komersial yang legal.
7. ‘Sekretaris plus’: Ini adalah ‘layanan’ untuk eksekutif asing
yang bekerja di Jakarta. Jasa yang diberikan seorang sekretaris
profesional adalah penanganan urusan administrasi juga pemberian layanan
seks kepada sang klien. Bayaran untuk pengaturan semacam ini adalah 3
juta rupiah per hari untuk minimum satu minggu dengan 60% bayaran masuk
ke kantong karyawan bersangkutan. Syaratnya, perempuan tersebut harus
fasih berbahasa Inggris, bergelar sarjana dan mempunyai penampilan fisik
yang menarik.
8.
Pecun dan
Perek: Di Indonesia dikenal
pecun (perempuan cuma-cuma) atau
perek (perempuan eksperimen), sebuah kategori terpisah dari para perempuan yang melakukan aktivitas seksual untuk memperoleh imbalan
. Mereka ini adalah gadis muda di daerah perkotaan, sering kali remaja (yang dijuluki ABG,
anak baru gede),
yang melakukan kerja seks terselubung, berhubungan seks dengan lelaki
demi uang, atau sering, hadiah. Para gadis dan perempuan ini biasanya
mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi, SLTP atau SMU;
pecun biasanya memang masih duduk di bangku sekolah. Mereka dapat dijumpai menjajakan diri dan
nongkrong di terminal bus, pusat perbelanjaan, arena biliar, warung dan tempat-tempat lainnya.
9. Istri kontrakan: Perempuan setempat tidak jarang hidup
dengan, dan menikmati dukungan finansial lelaki asing yang dikontrak
untuk bekerja dalam jangka pendek di Indonesia. Biasanya kontrak
tersebut berlaku hingga tiga tahun lamanya.
10. Panti pijat: Layanan pijat dapat juga menyediakan berbagai
layanan seks. Praktik ini merupakan sesuatu yang lazim dan ditemukan di
begitu banyak tempat di seluruh Indonesia, termasuk hotel dan spa kelas
atas.
11. Model dan aktris film: Beberapa model dan aktris menambah
penghasilan mereka dengan jalan juga bekerja sebagai gadis panggilan
(Murray, 1991: 105-6). Acap bertiup rumor bahwa di kalangan model dan
aktris top Indonesia hal ini sudah biasa dilakukan, meski sulit
dikatakan sampai sejauh mana kebenarannya.
12. Resepsionis hotel: NGO Hotline Surabaya memberitahu tentang
beberapa hotel di mana perempuan yang bekerja di meja penerimaan tamu (
front desk reception) dapat memberikan layanan seks jika ada tamu yang meminta.
13. Anak jalanan, pedagang keliling dan pedagang kaki lima: Menurut
sebuah survei mengenai perilaku yang berisiko PMS/HIV yang dilaksanakan
di Kuta, Bali, ada sejumlah anak lelaki dan perempuan (umur 12-17 tahun)
yang bekerja sebagai ‘pekerja seks tidak resmi’. Mereka melayanani
berbagai macam klien, termasuk wisatawan dalam negeri dan asing yang
mengunjungi pulau itu. Selain itu, sebagian anak jalanan lebih muda yang
bekerja sebagai pengemis, penjual gelang dan pencopet ditekan untuk
berhubungan seks dengan lelaki asing.
F. Kesehatan Reproduksi dan Umum
Kesehatan reproduksi perempuan merupakan indikator penting dari
kondisi di mana mereka kerja dan tinggal sebagai pekerja seks.
Penelitian yang dilakukan, penyakit yang sering terjadi adalah penyakit
menular seksual (PMS) dan HIV/AIDS.
G. Aktor-Aktor Lain dalam Industri Seks – Mucikari, Pemilik Rumah Bordil, Sopir Taksi, dst.
Industri seks dijalankan oleh sederetan aktor berbeda dengan perannya masing-masing. Mereka
antara lain adalah :
1.
Germo (pemilik rumah bordil; atau ‘tante’) –
Memberikan fasilitas bagi pekerja seks untuk menjalankan usahanya.
Sebagai imbalan atas fasilitas tersebut, germo menerima sebagian dari
penghasilan pekerja seks.
2.
Mucikari – Memberikan pekerja seks perlindungan dan kontak dengan pelanggan dengan imbalan sebagian dari gaji mereka.
3.
Calo atau taikong – Merekrut perempuan dan gadis dari
daerah asal kemudian mengirim mereka untuk dipekerjakan di dalam
industri seks. Di daerah pedesaan, biasanya calo adalah penduduk
setempat yang dikenal serta dipercaya di daerah tersebut. Calo akan
memperoleh imbalan atas jasanya ini dari pemilik rumah bordil atau
mucikari atau dapat juga menerima sebagian penghasilan pekerja seks
bersangkutan selama ia menggeluti profesinya itu .
4. Sopir taksi – Berperan memasarkan layanan seks dengan
memberikan informasi kepada pelanggan tentang lokasi, ‘aturan main’,
jenis layanan yang tersedia dan tarif layanan seks. Mereka juga dapat
bertindak sebagai perantara, membawa pelanggan ke pekerja seks atau
sebaliknya.
5. Penjaga keamanan – Berperan sebagai pelindung bagi pekerja seks
dari pelanggan mereka dan penduduk di kawasan lokalisasi. Jika pekerja
seks tidak bebas meninggalkan rumah bordil, mereka juga ditugasi untuk
memastikan bahwa pekerja seks itu tidak akan ‘melarikan diri’.
6. Aparat pemerintah setempat – Aparat setempat terlibat dalam
industri seks; mereka bertanggung jawab untuk mengatur sektor seks dan
menawarkan program rehabilitasi kepada PSK perempuan yang ingin keluar
dari kerja seks. Namun dalam praktiknya kinerja aparat setempat tercatat
‘bervariasi’ dalam hal keterlibatan mereka di lokalisasi.
7. Polisi – Peran utama polisi adalah menegakkan semua UU yang
berkaitan dengan sektor seks. Meski kerja seks bukan sesuatu yang ilegal
di Indonesia, kegiatan yang biasa dilakukan polisi terhadap lokalisasi
adalah razia. Mereka juga diketahui suka melecehkan PSK dan memeras
uang. Sebagaimana aparat pemerintah setempat, dalam praktiknya polisi
mempunyai catatan kinerja yang ‘berwarna-warni’ di lokalisasi dan
pekerja seks melaporkan menderita kekerasan dan pelecehan oleh polisi.
H. Keterlibatan Pemerintah dalam Sektor Seks
Seperti yang sudah diuraikan sekilas di atas, pemerintah (aparat
setempat, polisi, dst.) memainkan peran yang signifikan dalam industri
seks Indonesia. Di bawah Departemen Sosial, ada Direktorat Jenderal
Rehabilitasi Sosial yang diserahkan tanggung jawab untuk memastikan
kesejahteraan pekerja seks komersial juga ‘masalah sosial’ lain seperti
orang cacat, pelaku criminal dan pengemis.
Keterlibatan pemerintah dalam sektor seks amat menonjol dalam konteks
program dan pusat rehabilitasi. Dalam beberapa kasus, pusat
rehabilitasi bertempat di lokasi yang terpisah dari daerah rumah bordil
dan polisi biasanya membawa perempuan yang mereka tangkap di daerah
rumah bordil ke sana agar bisa direhabilitasi. Juga ada pusat
rehabilitasi yang berada di dalam lokalisasi.